Proses dan Konsep Adat Perkawinan Dayak Jangkang

Perkawinan Adat Dayak Jangkang. Model: Lj dan Hrn. Dok. penulis.


Laporan penelitian oleh : Fidelis Saputra
Tanggal rilis                      : 2 Juni 2025


1. Pendahuluan

Masyarakat Dayak Jangkang, yang mendiami Kecamatan Jangkang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, memiliki tradisi adat perkawinan yang kaya dan turun-temurun.


Adat ini mencerminkan identitas budaya yang kuat, meskipun telah dipengaruhi oleh masuknya agama Kristen, khususnya Katolik.

Baca Local Culture as a Part of National Culture: The Dayak People and the 7 Dimensions of Culture According to Kroeber and Kluckhohn


Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan konsep, proses, dan pelaksanaan adat perkawinan Dayak Jangkang berdasarkan dua sumber utama, yaitu Hukum Adat Dayak Kecamatan Jangkang oleh Lonsen dan Sareb (2021) dan Dayak Jangkang: From Headhunters to Catholics oleh Putra (2010).


Penelitian ini berfokus pada aspek-aspek adat yang masih asli, tanpa mencampurkan unsur keagamaan, untuk memahami makna budaya dan sosial dari perkawinan dalam masyarakat Dayak Jangkang.



2. Wilayah Adat Dayak Jangkang

Kecamatan Jangkang pada era Presiden Soekarno dibagi menjadi beberapa ketemenggungan, yaitu Jangkang Tengah, Jangkang Tojok, Jangkang Kopa, Engkarong, Ensanong, Jambu, dan Jungor Tanyongk atau Empurang.


Saat ini, istilah Jangkang merujuk pada sub-suku Dayak Jangkang yang mendiami kecamatan tersebut, yang terdiri dari desa-desa seperti Empiyang, Tanggung, Jangkang Benua, Balai Sebut, Sape, Selampung, Semombat, Pisang, Terati, Ketori, dan Semirau.


Wilayah ini menjadi pusat pelestarian tradisi adat, termasuk hukum adat perkawinan yang masih dipegang teguh oleh masyarakat.



3. Konsep Hukum Adat Dayak Jangkang

Hukum adat Dayak Jangkang adalah kumpulan kebiasaan turun-temurun yang mengatur kehidupan masyarakat, termasuk sanksi bagi pelanggaran adat.


Hukum ini bersifat lisan maupun tertulis, sebagaimana didokumentasikan oleh Lonsen dan Sareb (2021).


Salah satu contoh adalah penerapan sanksi adat 3 tael lengkap bagi pihak yang membatalkan pertunangan secara sepihak.

Baca The Power of Literacy: Reclaiming Borneo’s Forgotten Civilizations


Tael merupakan ukuran perlengkapan adat yang meliputi:
• Badan adat: Beberapa buah singkap mangkok (mangkuk cap ayam atau sejenisnya yang tidak cacat).
• Kepala adat: Beberapa buah singkap mangkok atau tempayan.
• Sola adat: Daging babi atau ayam untuk makan bersama setelah upacara pembayaran adat.
• Tuak adat: Minuman dari beras pulut untuk diminum bersama.
• Beras adat: Beras untuk makan bersama.
• Perlengkapan lain: Garam dapur, sayur-sayuran, dan lainnya.

Hukum adat ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan harmoni sosial yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Dayak Jangkang.


4. Konsep Perkawinan Adat Dayak Jangkang

Perkawinan dalam budaya Dayak Jangkang dianggap sebagai peristiwa sakral yang tidak hanya menyatukan dua individu, tetapi juga dua keluarga besar.


Upacara perkawinan harus mendapat restu dari orang tua, kerabat, tetangga, dan masyarakat, serta diakui secara resmi melalui rangkaian ritual adat.


Proses perkawinan ini bersifat sistematis dan kronologis, dengan tahapan yang wajib dilaksanakan untuk memastikan legitimasi sosial.


Meskipun mayoritas masyarakat Dayak Jangkang beragama Katolik, adat perkawinan tetap dijalankan secara terpisah dari upacara keagamaan, menekankan nilai budaya asli.


Menurut Lonsen, perkawinan mencerminkan kejujuran, kesetiaan, dan kasih sayang, yang menjadi pedoman untuk membangun kehidupan rumah tangga yang harmonis.


5. Proses Perkawinan

Proses perkawinan dimulai ketika seseorang memiliki keinginan untuk berumah tangga, biasanya setelah mencapai kematangan usia dan kemampuan untuk bertanggung jawab.

Tahapan-tahapan utama meliputi:


5.1. Bodiji/Bokodiji

Tahap awal adalah bodiji, di mana keluarga pihak laki-laki mengunjungi keluarga pihak perempuan untuk menyampaikan niat melamar.

Mereka membawa satu botol tuak sebagai simbol kesepakatan awal. Setelah keluarga perempuan menyetujui lamaran, tuak diminum bersama sebagai tanda ikatan keluarga.

5.2. Minum Tuak Pontomu Boba/Botunang

Tahap ini merupakan acara pertunangan resmi (botunang), di mana warga setempat diundang untuk menyaksikan.

Kedua calon pengantin bertukar barang seperti cincin emas, pakaian, handuk, peralatan mandi, dan sandal, yang memiliki makna simbolis seperti kemurnian dan kebersamaan.

Ketua adat menegaskan bahwa pasangan yang telah bertunang secara resmi dilindungi oleh hukum adat, dengan sanksi 3 tael lengkap bagi pihak yang mengganggu.

5.3. Bosader

Bosader adalah tahap persiapan pesta perkawinan, yang mencakup penyediaan perlengkapan adat seperti makanan, minuman, dan dekorasi.

Tahap ini krusial untuk memastikan kelancaran upacara, karena kekurangan persiapan dapat mengganggu prosesi.


6. Persiapan Menuju Hari Perkawinan

Persiapan menuju hari perkawinan melibatkan kerja sama komunitas, yang mencerminkan semangat gotong-royong.

Tahapan ini meliputi:

6.1. Rapat Keluarga dengan Panitia Kecil

Keluarga penyelenggara pesta membentuk panitia kecil yang bertugas mengatur konsumsi, protokoler, hiburan, keamanan, dan lainnya.

Panitia ini memastikan keterlibatan warga setempat dalam prosesi adat.

6.2. Gotong-Royong

Gotong-royong melibatkan pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan.

Laki-laki membuat panggung dan dekorasi, sementara perempuan menyiapkan konsumsi, bumbu dapur, dan lemang.

Kegiatan ini sering diiringi musik tradisional dan minum tuak, menciptakan suasana kebersamaan.

6.3. Memberitahu Pengurus Adat dan Warga

Pihak keluarga mengirim utusan untuk secara resmi mengundang pengurus adat, tetua kampung, dan warga, sebagai simbol permohonan doa restu.

6.4. Menjemput Rombongan Mempelai

Tiga utusan dari keluarga penyelenggara pesta menjemput rombongan pengantin (pongabangk) sehari sebelum upacara.

Mereka menginap di rumah keluarga mempelai yang dijemput, dan mengantar rombongan ke tempat pesta.

Baca Unveiling the Mystery of Dayak Ancestry: A Terra Incognita


7. Upacara Perkawinan (Bokomoh)

Upacara bokomoh adalah puncak adat perkawinan, yang menentukan sah atau tidaknya perkawinan.

Rangkaian upacara dilakukan secara berurutan, meliputi:

7.1. Menyambut Rombongan Mempelai

Rombongan pengantin disambut dengan pemukulan gong, tarian adat, dan pemotongan buluh muda, yang melambangkan kegembiraan dan penyelesaian rintangan.

Upacara bibu dengan ayam jantan dilakukan untuk mengusir roh jahat, diikuti dengan pengantin menginjak telur ayam sebagai simbol kebersihan.

7.2. Minum Tuak Ponuncongk

Tuak dan rokok pencupi diberikan kepada rombongan sebagai tanda sambutan hangat.

Setelah itu, rombongan beristirahat sebelum melanjutkan acara.

7.3. Makan Sedaun

Kedua mempelai makan bersama dari satu piring, melambangkan kesatuan, cinta kasih, dan tanggung jawab bersama.

Acara ini dihadiri oleh tokoh adat, agama, dan masyarakat.

7.4. Upacara Pacu

Dalam upacara pacu, kedua mempelai menerima nasihat dari tetua adat melalui pantun dan wejangan.

Nasihat meliputi pentingnya keterbukaan, kerjasama, cinta kasih, serta cara menghadapi tantangan seperti kegagalan, perubahan fisik, dan godaan pergaulan bebas.


8. Pasca Upacara Perkawinan

Setelah bokomoh, terdapat beberapa kegiatan lanjutan:

8.1. Malam Hiburan

Malam hiburan diisi dengan menyanyi, menari, berpantun, dan pencak silat, sebagai perayaan kebersamaan.

Kedua mempelai dapat berpartisipasi jika tidak terlalu lelah.

8.2. Ngkori Mono'

Kedua keluarga berembuk untuk menentukan waktu pengantin pindah ke rumah pasangan yang tidak mengadakan pesta, dengan durasi menginap dalam angka genap (4 atau 8 malam).

8.3. Adat Boliet

Jika terjadi peristiwa buruk seperti kematian saat pesta, pasangan dipisahkan sementara selama sekitar 30 hari untuk menghindari bala.

8.4. Hidup sebagai Pasangan Suami-Istri

Pasangan yang telah menjalani seluruh rangkaian upacara dianggap sah secara adat.

Melewatkan salah satu tahap dapat mengurangi makna budaya perkawinan.


9. Kesimpulan

Adat perkawinan Dayak Jangkang adalah tradisi yang kaya akan makna sosial dan budaya, yang mengedepankan kebersamaan, restu masyarakat, dan nilai-nilai seperti kejujuran, kesetiaan, dan kasih sayang.


Meskipun terdapat variasi kecil antar ketemenggungan, tahapan utama seperti bodiji, botunang, bosader, bokomoh, dan pasca-upacara tetap konsisten.


Tradisi perkawinan Dayak Jangkang bukan hanya mempererat ikatan keluarga, tetapi juga memperkuat identitas budaya Dayak Jangkang di tengah pengaruh modernisasi dan agama.


Daftar Pustaka
Lonsen, F.X. & L.C. Sareb. 2021. Hukum Adat Dayak Kecamatan Jangkang. Jakarta: Penerbit Lembaga Literasi Dayak.

Putra, Masri Sareb. 2010. Dayak Jangkang: From Headhunters to Catholics. Tangerang: Penerbit UMN Press.

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama