Dampak Perkebunan Sawit terhadap Masyarakat Dayak di Kalimantan : Dilema Ekonomi dan Tantangan Keadilan Sosial-Lingkungan

Dampak Perkebunan Sawit terhadap Masyarakat Dayak di Kalimantan
Eksistensi Sawit harus memberi manfaat bagi masyarakat. Dok. Siska.

Laporan Penelitian oleh Masri Sareb Putra, M.A.
Tanggal rilis: 9 Juni 2025


1. Pendahuluan

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia, khususnya di Kalimantan, telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, menghasilkan komoditas yang dijuluki “emas hijau.” Namun, di balik keberhasilan produksi dan kontribusi terhadap pasar global, terdapat dampak sosial dan lingkungan yang signifikan—terutama bagi masyarakat adat Dayak. 


Laporan ini mengkaji bagaimana ekspansi perkebunan sawit memengaruhi kehidupan masyarakat Dayak, dengan fokus pada dinamika ekonomi, kehilangan tanah adat, dan upaya menuju keadilan sosial-lingkungan. Penelitian ini menggabungkan data kualitatif dari observasi lapangan, wawancara, serta sumber sekunder seperti laporan industri dan organisasi non-pemerintah.

Baca Organic Farming Day (OFD) Krayan 2025, Dr. Yansen : Organic farming is not merely a technique that avoids chemical fertilizers


2. Latar Belakang

Permintaan global terhadap minyak nabati meningkat drastis dalam dua dekade terakhir. Menurut Oil World Annual 2024, produksi global minyak nabati naik dari 130,8 juta ton (2003/04) menjadi 259,8 juta ton (2023/24), dengan pangsa kelapa sawit meningkat dari 23,1% menjadi 31,5%. 


Lonjakan ini didorong oleh kebutuhan biofuel, konsumsi pangan, serta industri kosmetik dan farmasi. Kalimantan menjadi episentrum ekspansi sawit di Indonesia, mengubah lanskap hutan tropis menjadi perkebunan monokultur, sering kali dengan mengorbankan tanah adat dan ekosistem lokal.

Baca Iban Ethnic Group Migration Across Three Seasons


3. Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan masyarakat Dayak di Kalimantan Barat dan Tengah, analisis laporan dari organisasi seperti Greenpeace dan Human Rights Watch, serta tinjauan literatur sejarah dan arkeologi. Data kuantitatif dari Oil World Annual 2024 dan laporan USDA turut mendukung analisis tren industri sawit. Verifikasi dilakukan dengan triangulasi sumber untuk memastikan akurasi dan keandalan data.


4. Temuan dan Analisis

4.1 Harapan Ekonomi dari Perkebunan Sawit

Bagi sebagian masyarakat Dayak, terutama generasi muda, perkebunan sawit menawarkan peluang ekonomi. Seorang perempuan muda Dayak merasa bangga memotret dirinya di tengah hamparan sawit, merasa terhubung dengan ekonomi global. Produksi sawit yang efisien menjanjikan pendapatan lebih stabil dibandingkan pertanian tradisional.

4.2 Kehilangan Tanah Adat dan Identitas Budaya

Namun, kemajuan ekonomi ini disertai hilangnya tanah ulayat dan identitas budaya. Tanah yang diwariskan melalui tradisi lisan sering kali tak diakui hukum formal. Seorang tetua kampung berkata, “Mereka bilang, hutan ini bukan milik kami lagi.” Proses FPIC (Free, Prior, and Informed Consent) kerap diabaikan. Kompensasi yang diberikan jauh dari nilai riil tanah, menempatkan masyarakat sebagai buruh di tanah sendiri.

4.3 Dampak Lingkungan

Konversi hutan menjadi sawit menyebabkan deforestasi, peningkatan emisi karbon, krisis asap, dan perubahan pola hujan. Sungai menjadi keruh karena sedimen dan pupuk, memengaruhi ketahanan pangan. Spesies seperti orangutan dan burung enggang kehilangan habitatnya.

4.4 Respons Masyarakat dan Upaya Keadilan

Masyarakat Dayak merespons dengan berbagai cara: beberapa kampung memperoleh status "hutan desa", dan di Kalimantan Timur, diterapkan uji coba standar keberlanjutan berbasis yurisdiksi. RSPO dan Human Rights Watch mendorong revisi kebijakan, termasuk UU Cipta Kerja. Gerakan ini menekankan keadilan tidak sekadar kompensasi, tapi juga pengakuan hak adat.


5. Kesimpulan

Perkebunan sawit menghadirkan harapan ekonomi, tetapi juga menimbulkan kehilangan tanah adat, kerusakan lingkungan, dan marginalisasi budaya. Keadilan bagi masyarakat Dayak tidak cukup melalui CSR atau kompensasi finansial. Diperlukan pengakuan hukum atas tanah adat, penerapan FPIC, dan kebijakan berkeadilan yang menjunjung martabat manusia serta pelestarian lingkungan.

Baca The Potential and Challenges of Oil Palm Plantations in Jangkang Subdistrict and Surrounding Areas


6. Rekomendasi

  1. Pemerintah harus merevisi UU Cipta Kerja untuk memperkuat perlindungan hak adat dan memastikan penerapan FPIC.

  2. Perusahaan sawit perlu melibatkan masyarakat adat sebagai mitra dengan bagi hasil atau kepemilikan saham.

  3. RSPO dan lembaga internasional perlu memperketat standar keberlanjutan.

  4. Masyarakat sipil dan pemda harus memperluas program "hutan desa" dan pemetaan tanah adat guna mencegah konflik agraria.


Daftar Pustaka

Oil World Annual (2024). Global Vegetable Oil Production Trends. ISTA Mielke GmbH.

Greenpeace (2023). Destruction of Borneo’s Forests: The Environmental Cost of Palm Oil. Greenpeace International.

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama