Pengolahan garam gunung di Long Midang, Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Dok. Rmsp. |
Pendahuluan
Garam gunung Krayan, yang dihasilkan di wilayah Long Midang, Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, bukan sekadar komoditas kuliner, melainkan simbol kearifan lokal, harmoni dengan alam, dan jembatan spiritual masyarakat Dayak Lundayeh.
Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan proses produksi garam gunung, nilai budaya dan spiritual yang melekat, signifikansi geologis, serta potensi ekowisata.
Penelitian dilakukan pada 13 Juni 2025 oleh tim Esplindo (Empat Sekawan Pegiat Literasi) yang terdiri dari Pepih Nugraha, Yansen TP, Masri Sareb Putra, dan Gunawan.
Latar Belakang
Garam dalam berbagai budaya sering menjadi metafora kehidupan, seperti peribahasa Indonesia “banyak makan asam garam” yang melambangkan pengalaman hidup, atau pepatah Sunda “uyah tara tees ka luhur” yang menggambarkan pengaruh orang tua terhadap anak.
Hasil pengolahan garam dari sumur di Long Midang.Dok. Rmsp. |
Di Krayan, garam adalah napas bumi dan warisan leluhur, diolah melalui proses tradisional yang mencerminkan ketekunan dan kesederhanaan. Berbeda dari anggapan umum bahwa garam berasal dari laut, garam Krayan lahir dari mata air asin di pegunungan, menjadikannya fenomena geologis dan budaya yang unik.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi langsung, wawancara, dan studi literatur. Observasi dilakukan di pabrik garam gunung di Long Midang, mencakup proses produksi dan interaksi dengan pekerja.
Wawancara dilakukan dengan Sorles (pekerja utama) dan Ainun, serta merujuk pada pernyataan tokoh setempat, Elias Yesaya diperkaya dengan sumber sekunder. Data geologis, statistik, dan informasi ekowisata dikumpulkan dari literatur ilmiah, laporan resmi, dan sumber berita yang diverifikasi.
Hasil dan Pembahasan
1. Proses Produksi Garam Gunung
Pabrik garam gunung di Long Midang mengolah air asin dari mata air alami menjadi garam melalui metode tradisional. Air asin dimasak dalam tungku yang menyala 24 jam, dijaga oleh pekerja seperti Sorles dan Ainun. Dalam 24 jam, satu tungku menghasilkan 10-12 kg garam murni tanpa bahan kimia. Dengan sembilan tungku, produksi harian mencapai sekitar 33 kg, dijual seharga Rp55.000 per kg, menghasilkan pendapatan harian sekitar Rp1,8 juta. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Utara (2025), industri ini menyumbang 8% pendapatan ekonomi lokal.
Proses ini bukan sekadar produksi, melainkan ritual yang menghormati siklus alam. Sorles menyatakan, “Jika api padam, garam tak akan lahir,” menunjukkan pentingnya ketekunan dan keseimbangan. Air asin diambil dari sumur dengan kedalaman 4-6 meter, yang dikelola secara bergiliran oleh keluarga-keluarga adat.
2. Nilai Budaya dan Spiritual
Garam gunung Krayan memiliki makna mendalam bagi masyarakat Dayak Lundayeh. Dalam tradisi mereka, garam dianggap suci dan digunakan dalam ritual untuk menyucikan dan menyatukan komunitas. Tokoh adat dan budaya setempat, Elias Yesaya menyebut garam sebagai “darah bumi” yang mengajarkan penghormatan terhadap alam tanpa eksploitasi. Proses pengolahan garam adalah “manifestasi kearifan lokal yang menyatukan manusia dengan alam dan leluhur”.
Garan Krayan yang telah diolah dan diproduksi - siap-edar. Dok. Masri Sareb. |
Pabrik mini tradisional pengolahan garam gunung Krayan ini juga menjadi ruang refleksi tentang kesederhanaan dan pengabdian. Sorles, yang menjaga tungku selama seminggu penuh, mencerminkan nilai ketabahan dan kesabaran. Kehadiran anak-anak seperti Viola dan Saraswati di lokasi produksi menunjukkan pewarisan nilai budaya kepada generasi muda.
Garam gunung, atau “tucu” dalam bahasa Lundayeh, juga dipercaya memiliki khasiat obat tradisional untuk penyakit kulit, diabetes, dan darah tinggi.
3. Signifikansi Geologis
Keberadaan garam di pegunungan Krayan dijelaskan melalui paleogeologi. Jutaan tahun lalu, wilayah Krayan kemungkinan merupakan laut purba, meninggalkan endapan garam dalam lapisan batuan sedimen.
Proses tektonik lempeng mengangkat wilayah ini menjadi pegunungan, dan air tanah melarutkan garam, membentuk mata air asin di lokasi seperti Long Midang, Pa’Raye, Long Bawan, dan Batu Ruyud Binuang. Penelitian dari Universitas Mulawarman (2012) mengidentifikasi kandungan mineral garam Krayan meliputi NaCl (90,2%), K, Mg, Fe, Ca, dan yodium alami, dengan morfologi kristal kubus.
Fenomena serupa ditemukan di Himalaya dan Pegunungan Andes, menegaskan bahwa garam gunung adalah warisan geologi laut purba. Di Krayan, terdapat 33 mata air asin, tetapi hanya empat yang aktif dieksploitasi: Long Midang, Pa Kebuan, Pa Betung, dan Long Layu.
4. Dampak Ekowisata
Pabrik garam gunung Long Midang telah menjadi destinasi ekowisata yang menarik perhatian dunia. Data dari Dinas Pariwisata Kalimantan Utara (2024) mencatat peningkatan 15% kunjungan wisatawan ke Krayan dalam dua tahun terakhir, sebagian besar tertarik pada wisata garam gunung. Plang bertulisan “Sakti Mandra Guna, Wisata Garam Gunung Krayan” dengan ornamen Dayak dan bendera Indonesia-Malaysia mencerminkan harmoni lintas batas. Wisatawan dapat menyaksikan proses produksi tradisional dan mempelajari budaya Lundayeh, menjadikan Krayan sebagai model ekowisata berkelanjutan.
Garam Krayan juga telah menembus pasar internasional, termasuk Malaysia dan Brunei Darussalam, dengan harga jual di Malaysia mencapai 20-60 Ringgit per kg. Pada Januari 2020, garam gunung Krayan memperoleh sertifikat Indikasi Geografis, memperkuat identitas dan nilai ekonominya.
Kesimpulan
Garam gunung Krayan adalah warisan alam dan budaya yang mengajarkan ketekunan, kesederhanaan, dan harmoni dengan alam. Proses produksinya mencerminkan kearifan lokal, nilai spiritualnya memperkuat identitas budaya Dayak Lundayeh, dan keberadaannya menjelaskan fenomena geologis laut purba.
Sebagai destinasi ekowisata, garam gunung Krayan menyumbang ekonomi lokal dan mengundang refleksi tentang makna hal-hal sederhana. Penelitian ini merekomendasikan pelestarian tradisi pengolahan garam, peningkatan infrastruktur untuk distribusi, dan promosi ekowisata untuk menjaga warisan ini.
Posting Komentar