Pengakuan Hutan Adat Tawang Panyai dan Dampak Sosial-Ekonomi di Tapang Sambas. Dokpri.
Peneliti : Masri Sareb Putra, M.A.
Tanggal rilis : 20 Juni 2025
Pendahuluan
Hutan adat merupakan warisan budaya dan ekologi yang memainkan peran sentral dalam menjaga identitas, keseimbangan lingkungan, dan keberlanjutan hidup masyarakat adat di Indonesia. Rimak Adat Tawang Panyai, yang terletak di Tapang Sambas, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, adalah salah satu hutan adat yang menyimpan nilai spiritual, budaya, dan ekologi yang diwarisan secara turun-temurun.
Akan tetapi, sejak tahun 1996, hutan adat ini menghadapi ancaman serius akibat ekspansi perkebunan sawit yang menggerus ruang hidup masyarakat adat. Dalam konteks ini, empat tokoh lokal yang dikenal sebagai “4-M bersaudara”—Musa, Munaldus, Mikael, dan Masiun—muncul sebagai pelopor perjuangan untuk mempertahankan warisan leluhur mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perjalanan pelestarian Hutan Adat Tawang Panyai, peran prinsip 4-M (Musa, Munaldus, Mikael, Masiun), serta dampak sosial-ekonomi dari gerakan mereka, khususnya melalui pendirian Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK) dan Gerakan Credit Union Keling Kumang (CCUKK).
Latar Belakang
Sejak tahun 1996, masyarakat Tapang Sambas menghadapi tantangan besar akibat ekspansi perkebunan sawit yang mengancam Rimak Adat Tawang Panyai. Hutan adat ini bukan hanya sumber daya alam, tetapi juga ruang suci yang menyimpan kearifan lokal, nilai spiritual, dan identitas budaya masyarakat adat.
Baca Nenas Krayan Manis dan Faktor-faktor Penyebabnya
Ancaman tersebut mendorong masyarakat setempat, dipimpin oleh 4-M bersaudara, untuk melawan arus perubahan yang menggerisikkan warisan leluhur mereka. Dengan tekad yang bulat dan semangat yang membara, mereka berupaya melindungi hutan adat dari risiko kepunahan.
Pada tahun 2012, langkah strategis dimulai melalui pemetaan wilayah adat yang dilakukan dengan tekun dan teliti. Proses ini melibatkan masyarakat lokal dalam mendokumentasikan batas-batas tanah adat dengan koordinat yang cermat, menjadi fondasi untuk dialog dengan pemangku kepentingan. Perjuangan ini mencapai puncaknya pada 16 Maret 2017, ketika Hutan Adat Tawang Panyai memperoleh pengakuan resmi melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor 152 Tahun 2017. Pengakuan ini diumumkan oleh Menteri Siti Nurbaya Bakar pada Kongres Masyarakat Adat Nusantara di Tanjung Gusta, Medan, menandai komitmen pemerintah untuk menghormati hak-hak adat dan menjaga kelestarian lingkungan.
Baca Alam dan Manusia sebagai Modal Dasar Pembangunan Krayan
Selain pelestarian hutan adat, 4-M bersaudara juga berkomitmen memutus rantai kemiskinan struktural melalui Gerakan Credit Union Keling Kumang (CCUKK). Gerakan ini, yang dipimpin oleh Munaldus Nerang selama 20 tahun, bertujuan mengatasi kemiskinan yang digambarkan sebagai “pendarahan” melalui pemberdayaan masyarakat. Salah satu wujud nyata dari upaya ini adalah pendirian Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK), sebuah kampus yang menjadi pusat pendidikan dan inovasi untuk mendukung pembangunan sosial-ekonomi masyarakat Tapang Sambas.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus untuk memahami dinamika perjuangan 4-M bersaudara dan dampaknya. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan tokoh-tokoh 4-M dan masyarakat Tapang Sambas, serta observasi lapangan di Hutan Adat Tawang Panyai dan ITKK. Data sekunder berasal dari informasi yang tersedia mengenai perjuangan pelestarian hutan adat dan gerakan CCUKK. Analisis data dilakukan dengan pendekatan tematik, mengidentifikasi tema utama seperti pelestarian budaya, pemberdayaan ekonomi, dan peran prinsip 4-M dalam transformasi sosial.
Hasil dan Pembahasan
1. Perjuangan Pelestarian Hutan Adat Tawang Panyai
Perjuangan untuk melindungi Hutan Adat Tawang Panyai dimulai pada tahun 1996, ketika ekspansi perkebunan sawit mulai mengancam warisan leluhur masyarakat Tapang Sambas. 4-M bersaudara—Musa, Munaldus, Mikael, dan Masiun—memainkan peran sentral dalam menggerakkan perlawanan masyarakat adat. Dengan semangat yang tak pernah padam, mereka menghadapi berbagai tantangan, mulai dari ketidakpastian hukum hingga tekanan ekonomi dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Langkah signifikan dimulai pada tahun 2012 dengan pemetaan wilayah adat. Proses ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga simbolis, karena menegaskan hak masyarakat atas tanah mereka. Pemetaan ini menjadi dasar untuk dialog dengan pemerintah dan pihak swasta, yang sering kali diwarnai oleh ketegangan. Namun, kegigihan 4-M dalam menyuarakan keadilan memastikan bahwa isu ini tetap mendapat perhatian.
Pada 16 Maret 2017, perjuangan ini membuahkan hasil dengan pengakuan resmi Hutan Adat Tawang Panyai melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor 152 Tahun 2017. Pengakuan ini menandai kemenangan hukum dan budaya, menegaskan bahwa hutan adat adalah ruang suci yang harus dilindungi.
2. Peran Prinsip 4-M dalam Transformasi Sosial
4-M memantapkan landasan ideologis yang menggerakkan perjuangan masyarakat Tapang Sambas. Prinsip ini mencerminkan pendekatan holistik yang mengintegrasikan visi, niat, tindakan, dan hasil nyata. Dalam konteks pelestarian hutan adat, prinsip ini diterapkan melalui pemetaan wilayah, dialog dengan pemangku kepentingan, dan advokasi untuk pengakuan resmi. Namun, prinsip 4-M tidak terbatas pada pelestarian lingkungan, melainkan juga meluas ke pemberdayaan sosial-ekonomi masyarakat.
Gerakan Credit Union Keling Kumang (CCUKK), yang dipimpin oleh Munaldus Nerang, menerapkan prinsip 4-M untuk mengatasi kemiskinan struktural. CCUKK bertujuan menghentikan “pendarahan” kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi dan pendidikan. Salah satu hasil nyata dari gerakan ini adalah pendirian Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK), sebuah kampus yang terletak di sepanjang jalan raya Sekadau-Sintang, dekat Jembatan Penanjung. ITKK dirancang sebagai pusat pendidikan dan inovasi yang mendukung masyarakat lokal dalam mengembangkan potensi akademis dan ekonomi mereka.
3. Dampak Sosial-Ekonomi Gerakan 4-M
Pengakuan Hutan Adat Tawang Panyai pada tahun 2017 memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat Tapang Sambas. Secara sosial, pengakuan ini memperkuat identitas budaya masyarakat adat dan memastikan kelestarian kearifan lokal. Secara ekologi, hutan adat kini dikelola dengan prinsip-prinsip keberlanjutan, menjaga harmoni antara manusia dan alam. Hal ini juga membuka peluang untuk pengembangan ekowisata dan produk berbasis hutan, yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pendirian ITKK merupakan wujud nyata dari prinsip 4-M dalam menciptakan perubahan sosial-ekonomi. Kampus ini tidak hanya menjadi tempat pendidikan tinggi, tetapi juga wadah untuk pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan keterampilan dan inovasi. ITKK diharapkan menjadi katalis untuk memutus rantai kemiskinan struktural, memberikan peluang kerja, dan mendorong kewirausahaan berbasis kearifan lokal. Dengan lokasinya yang strategis, ITKK juga berkontribusi pada pembangunan infrastruktur sosial di wilayah Sekadau.
Kesimpulan
Perjuangan 4-M bersaudara dalam melindungi Hutan Adat Tawang Panyai dan memutus rantai kemiskinan struktural di Tapang Sambas merupakan contoh inspiratif tentang bagaimana tekad, visi, dan aksi kolektif dapat menciptakan perubahan signifikan. Pengakuan resmi hutan adat pada tahun 2017 menandai kemenangan dalam menjaga warisan budaya dan lingkungan, sementara pendirian ITKK mencerminkan komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan pemberdayaan. Prinsip 4-M, yang mengintegrasikan pemikiran, niat, tindakan, dan realisasi, menjadi kunci keberhasilan gerakan ini. Penelitian ini menegaskan bahwa pendekatan berbasis masyarakat adat, yang menggabungkan pelestarian lingkungan dan pemberdayaan sosial-ekonomi, dapat menjadi model untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Rekomendasi
Pemerintah perlu memperkuat implementasi kebijakan pengakuan hutan adat dengan menyediakan pendampingan teknis dan pendanaan bagi masyarakat adat.
ITKK dapat mengembangkan program pendidikan yang berfokus pada kewirausahaan berbasis kearifan lokal untuk memaksimalkan dampak ekonomi.
Model prinsip 4-M dapat direplikasi di wilayah lain dengan dukungan pelatihan kepemimpinan dan akses ke sumber daya yang memadai.
Posting Komentar